Kehutanan di Kalsel

PROGRAM DAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI KALIMANTAN SELATAN
Luas kawasan hutan Kalimantan Selatan berdasarkan Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan (SK Menhutbun No. 453/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999) adalah 1.839.494 Ha atau 49,01 dari luas wilayah provinsi. Berdasarkan fungsinya seluas 688.884 Ha (37,45%) merupakan kawasan Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Lindung (HL) 554.139 Ha (30,13%), Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 265.638 Ha (14,44%), Hutan Suaka Alam seluas 175.565 Ha (9,54%) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 155.268 Ha (8,44%).
Sebagaimana daerah lainnya, kehutanan di Kalimantan Selatan saat ini sedang menghadapi permasalahan dan juga menjadi isu nasional maupun internasional, antara lain:
  • Kerusakan sumberdaya hutan dan lingkungan,
  • Kemiskinan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan,
  • Ekses negatif permintaan kayu,
  • Konflik sosial dan konflik penggunaan kawasan hutan,
  • Kabut asap sebagai efek kebakaran lahan dan hutan,
  • Ecolabel dan persaingan di pasar global.
Di Kalimantan Selatan hutan alam tinggal di hutan lindung Pegunungan Meratus, dan itu pun hanya terdapat di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh manusia. Hutan tanaman industri sebagian besar mengalami stagnan. Kemudian di kawasan lindung/daerah tangkapan air (catchment area) tersisa pohon berukuran kecil yang ditinggalkan penebang liar karena tidak laku dijual. Hutan tanaman yang dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir dengan berbagai dana hasilnya jauh di bawah laju kerusakan hutan.
Dengan kondisi hutan seperti sekarang ini, memang tidak terlepas dari kesalahan pengelolaan di masa lalu, antara lain adanya eksploitasi besar-besaran terhadap hutan yang tidak diikuti dengan penanaman. Kondisi ini semakin parah dengan semakin maraknya kegiatan illegal loging di seluruh daerah Kalimantan Selatan serta sering terjadinya kebakaran hutan yang melanda daerah ini pada musim kemarau. Penanaman hutan yang tidak disertai dengan kegiatan pemeliharaan menambah daftar kesalahan yang membuat kegagalan mengatasi kerusakan hutan yang ada. Penambangan liar (illegal mining) yang merambah di seluruh fungsi hutan membuat hutan yang ada semakin rusak, sehingga degradasi hutan dan deforestasi terjadi di seluruh daerah.
Degradasi hutan dan deforestasi mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang pada gilirannya berakibat ketidakberlanjutan pembangunan dan menghasilkan kemiskinan. Dampak dari kemiskinan tersebut mendorong terhadap tekanan sosial-ekonomi terhadap SDH yang semakin berat, bahkan di beberapa tempat terjadi konflik sosial dengan pengelola hutan.
Tumbuhnya industri hasil hutan sejak dekade 1970-an telah membuat kapasitas industri melebihi kapasitas produksi hutan lestari (sustainable forest production) sehingga terjadi excess demand kayu yang memicu penebangan liar dan perdagangan kayu gelap. Di samping kebutuhan kayu pertukangan, kebutuhan kayu bakar khususnya di pedesan juga sangat signifikan namun jarang diperhitungkan dan diantisipasi.
Dengan keadaan permasalahan hutan seperti itu serta mulai berubahnya pandangan terhadap SDH, maka dirasakan perlunya gagasan dan implementasi pembangunan kehutanan di Kalimantan Selatan yang mencakup pandangan, pola pikir dan konsep operasional kehutanan di masa depan.
Perubahan Paradigma dan Visi Kehutanan
Sistem pengurusan dan pengelolaan hutan (forest governance and management) di masa lalu ternyata telah meninggalkan permasalahan yang sangat besar. Untuk itulah paradigma baru di bidang kehutanan ini perlu dikembangkan dengan pengelolaan sebagai berikut:
  1. Valuasi SDH harus mencakup nilai total manfaat dari SDH mencakup manfaat langsung dan tidak langsung (tangible and intangible benefits) berupa produk barang dan jasa Akuntansi Lingkungan harus menjadi bagian dari perhitungan pertumbuhan ekonomi.
  2. Timber based management harus ditinggalkan dan digantikan dengan "forest resource management" untuk memperoleh manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya secara seimbang. Pohon adalah komponen utama dari hutan yang merupakan sumber dari keseluruhan fungsi hutan, maka pohon tidak boleh hanya dipandang sebagai penghasil kayu semata.
  3. Participatory and collborative forest management menggantikan sistem pengelolaan hutan yang didominasi oleh peranan pemerintah di masa lalu karena tidak efektif dan efisien, maka pengelolaan hutan harus melibatkan seluruh stake holders dengan prinsip "bekerja bersama dan berperan setara".
  4. Pemanfaatan hutan secara berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dengan memposisikan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan sebagai penerima manfaat utama.
  5. Pengurusan hutan yang didesentralisasikan untuk mendapatkan pelayanan masyarakat yang prima, efektif dan efisien. Meninggalkan frictional development program dan menggantikan dengan integrated development program, yaitu program pembangunan kehutanan terintegrasi dengan pembangunan nasional dan daerah.
Mencermati permasalahan yang selama ini dihadapi, Pemerintah Provinsi kalimantan Selatan dalam kebijakan pembangunan kehutanan ke depan meliputi:
  1. Rehabilitasi dan Konservasi SDH menjadi prioritas utama dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya hutan. Rehabilitasi dan Konservasi SDH di dalam dan di luar kawasan hutan diarahkan pada pelibatan secara aktif warga masyarakat yang ada di sekitar kawasan tersebut, sehingga kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dapat lebih memberi manfaat yang nyata kepada masyarakat.
  2. Pemanfaatan hasil hutan, terutama kayu lebih diintensifkan pengawasannya sejak dari perijinan sampai dengan peredarannya. Juga mencegah modus dan peluang terjadinya penyalahgunaan perijinan dan dokumen, sehingga illegal logging dan illegal trading dapat dicegah lebih dini. Begitu juga dengan pengamanan hak-hak negara atas hasil hutan berupa PSDH dan DR agar dipungut dan disetorkan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan beberapa instansi terkait dalam rangka menanggulangi illegal mining dalam kawasan hutan.
  4. Mengupayakan dukungan dari Departemen Kehutanan, Departemen dan LPND terkait dalam upaya memfasilitasi bahan baku kayu bagi industri perkayuan. Hal ini untuk menghindari dampak negatif yang terjadi, terutama masalah PHK yang akan menimbulkan masalah sosial politik.
  5. Memfasilitasi restrukturisasi dan rasionalisasi industri perkayuan secara profesional, sehingga industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) dapat mengolah kayu hasil tanaman sebagai komplementer kayu dari hutan alam yang pasokannya terus menurun.
  6. Meminta Departemen Kehutanan agar menderegulasi kebijakan dan perijinan yang lebih mengakomodir kondisi di Kalimantan Selatan, sehingga diharapkan dapat menggairahkan kembali investasi di sektor kehutanan.
Strategi Implementasi
Pembangunan kehutanan dilaksanakan dengan mengacu 5 (lima) kebijakan Prioritas dan Restra Departemen Kehutanan serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Kalimantan Selatan Periode 2006–2010 yang difokuskan kepada
  1. Kemampuan pengelolaan kawasan hutan untuk mempertahankan eksistensi hutan.
  2. Restrukturisasi industri primer kehutanan.
  3. Rehabilitasi hutan dan lahan.
  4. Penertiban illegal logging dan illegal mining dalam kawasan hutan.
  5. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
Untuk dapat melaksanakan Pembangunan Kehutanan, maka perlu ditempuh Program dan Strategi Implementasi sebagai berikut:
a.  Pemberantasan Penebangan Liar dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan
  1. Melibatkan berbagai instansi pemerintah, swasta dan masyarakat.
  2. Menyempurnakan sistem hukum di bidang kehutanan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses penegakkan hukum.
  3. Mendayagunakan pranata/kearifan lokal dan memfasilitasi terbentuknya kelompok masyarakat yang berperan langsung dalam pemberantasan penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan/lahan dan pemberantasan perdagangan kayu ilegal.
  4. Mengidentifikasi dan memfokuskan target operasi pada wilayah-wilayah rawan keamanan hutan.
b.  Revitalisasi Sektor Kehutanan
  1. Melaksanakan inventarisasi dan evaluasi SDH secara total (mencakup nilai kayu, nonkayu, dan jasa lingkungan) sebagai basis forest resource management;
  2. Menurunkan kuantitas produksi kayu dan hutan alam secara bertahap (soft landing) dan membangun hutan tanaman industri serta hutan rakyat untuk produksi kayu di masa depan;
  3. Mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai sumber ekonomi dari SDH;
  4. Melaksanakan diversifikasi bahan baku, produk olahan, dan pasar untuk memperoleh nilai tambah yang tinggi dari hasil hutan;
  5. Pengembangan KPH yang terpadu.
c. Rehabilitasi dan Konservasi SDH
  1. Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) diarahkan untuk memulihkan fungsi hutan dan lahan didasarkan rencana tata ruang, rencana pengelolaan DAS, dan diintegrasikan dengan pengelolaan sumberdaya air;
  2. Pemilihan teknis, jenis tanaman dan pola tanam dalam RHL dengan mempertimbangkan manfaat ekologi dan ekonomi didasarkan pada fungsi hutan dan lahan, serta kebutuhan dan minat masyarakat setempat dengan mengutamakan jenis unggulan daerah, untuk menciptakan pendapatan masyarakat jangka pendek, menengah dan panjang melalui pola kehutanan terpadu;
  3. Mempromosikan upaya konservasi tanah dan air agar dilaksanakan secara terpadu / melekat dengan semua jenis penggunaan hutan dan lahan;
  4. Konservasi jenis diprioritaskan pada jenis flora dan fauna khas dan langka di suatu daerah;
  5. Pengembangan dan promosi pemanfaatan jasa lingkungan hutan dalam rangka konservasi hutan.
d. Desentralisasi Sektor Kehutanan.
  1. Menyelenggarakan kegiatan dan anggaran dekonsentrasi kepada Pemerintah Provinsi sesuai dengan UU no. 32 Tahun 2004;
  2. Melaksanakan koordinasi dan pengendalian kehutanan di daerah sesuai wewenang yang dilimpahkan kepada Gubernur c.q. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.
e. Pemberdayaan Masyarakat
  1. Mendayagunakan masyarakat dan kelembagaan lokal sebagai mitra kerja, dengan sebanyak mungkin menyerahkan pelaksanaan kegiatan kepada kelompok tani atau lembaga kemasyarakatan lokal. Contoh pembibitan, pembuatan tanaman dan teknik konservasi tanah dalam GERHAN yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat (kelompok tani);
  2. Pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat menjadi dasar pemilihan kegiatan, jenis tanaman, teknis dan pola tanam dibidang kehutanan;
  3. Memfasilitasi dan menyediakan akses informasi dan peluang usaha berbasis hutan kepada masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan.
  4. Mwmbuat peraturan yang menjamin kepastian hukum (status), kepastian usaha, serta kepastian hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan hutan.
f. Pemanfaatan Kawasan Hutan
  1. Untuk memberikan kepastian terhadap batas kawasan hutan perlu dilaksanakan penataan batas kawasan hutan (baru dan rekonstruksi);
  2. Mendorong percepatan pembentukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam rangka pengelolaan yang lebih menjamin keamanan dan kelestarian hutan;
  3. Pelaksanaan inventarisasi Sumber Daya Hutan untuk memberikan akses informasi Sumber Daya Hutan untuk pengelolaan lebih lanjut.
Program Pembangunan Kehutanan
Program Pembangunan Kehutanan di Kalimantan Selatan disusun berdasarkan RPJM Pemprov Kalsel 2006–2010 yang dipaduserasikan dengan Rentra Departemen Kehutanan 2005–2009. Pada dasarnya program pembangunan kehutanan ditujukan untuk:
  • Menciptakan lapangan kerja, kesempatan usaha dan pendapatan berbasis hutan dalam jangka pendek, menengah dan panjang melalui pola kehutanan terpadu.
  • Meningkatkan partisipasi dan kolaborasi dalam pengelolaan hutan lestari.
  • Memulihkan fungsi hutan dan lahan dari aspek produksi ekonomi, ekologi dan sosial-budaya.
  • Meningkatkan nilai hutan dan sumbangan kehutanan dalaml ekonomi daerah yang bersumber dari produksi biomassa dan jasa lingkungan hutan.
Program pembangunan Kehutanan di Provinsi Kalimantan Selatan disusun sebagai berikut:
  1. Pemantapan pemanfaatan potensi sumber daya hutan;
  2. Pemantapan keamanan dalam negeri;
  3. Perlindungan dan Konservasi sumber daya alam;
  4. Rehabilitasi dan Pemulihan cadangan sumberdaya alam;
  5. Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.
  6. Peningkatan kualitas dan akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
  7. Penelitian dan Pengembangan IPTEK.
Berdasarkan pada kebijakan pembangunan kehutanan yang telah ditetapkan, maka sasaran umum yang ingin dicapai, antara lain:
  1. Terpeliharanya kondisi hutan yang sedang terdegradasi dan terdeforetasi melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan secara optimal dan terpadu.
  2. Terlaksananya Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis melalui pengem-bangan hutan rakyat, pelaksanaan reboisasi dengan anggaran DAK-DR dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. (GN-RHL).
  3. Terjaganya kawasan hutan beserta fungsinya dari gangguan keamanan hutan seperti pencurian kayu (illegal logging), penambangan tanpa izin (illegal mining), perambahan hutan, kebakaran hutan dll melalui pendekatan sosial dan penegakan hukum.
  4. Optimalisasi fungsi dan manfaat hutan, sehingga terjaga hasil hutan kayu, bukan kayu, jasa lingkungan dan ekowisata (ecotourism) melalui upaya restrukturisasi sektor kehutanan.
  5. Tercapainya pemantapan kepastian hukum dan status kawasan hutan melalui; pengukuhan batas kawasan hutan, pemeliharaan batas kawasan hutan dan pemaduserasian RTRWP dengan RTRWK.
  6. Tercapainya peningkatan penguatan kelembagaan kehutanan melalui pembinaan SDM, organisasi, sarana-prasarana, IPTEK, perencanaan dan peraturan perundang-undangan, serta pengawasan dan pengendalian.
  7. Terwujudnya peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui pembinaan SDM, penyederhanaan pengurusan(debirokratisasi), pembuatan petunjuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan.

sumber :: http://www.kalselprov.go.id/pembangunan/kehutanan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sapaan dalam Bahasa Banjar

Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)

Bahasa Banjar