Kata Sapaan dalam Bahasa Banjar


Kata sapaan pertama yang biasanya harus dikenal baik adalah kata “ikam” (Banjar Hulu atau Pahuluan atau Huku Sungai ; Bahasa Indonesianya : kamu, engkau) yang ditujukan kepada orang yang kedudukannya sama atau sederaja, misalnya anatar sesama anak sebaya. Kata “ikam” sering digunakan bergandengan dengan kata “aku”.
Di daerah Banjar Kuala (Banjarmasin dan sekitarnya) dipergunakan kata sapaan “nyawa” dalam fungsi pemakaian yang sama dengan kata “ikam”. Kata “nyawa” sering dipakai bergandengan dengan kata “unda” yang sama artinya dengan “aku”. Kata “nyawa” dinilai lebih kasar bagi sebagian orang, namun bagi mereka yang sudah biasa memakai kata “nyawa” tentu mereka menganggap itu tidak lah begitu kasar. “nyawa” dalam bahasa Banjar bisa diistilahkan seperti halnya “elo” dalam bahasa Betawi / Jakarta. Sungguh tidak sopan, jika seorang anak memepergunakan kata “ikam” atau “nyawa” kepada orang yang lebih tua, apalagi kepada orang tuanya sendiri atau anggota keluarga lain yang lebih tua.
Kata sapaan untuk orang yang lebih tua dalam tata bahasa masyarakat Banjar dipakai kata “pian”. Kata sapaan “pian” dipakai oleh di “aku”nya. Lucanya di Banjarmasin, umumnya para pedagang mempergunakan kata sapaan ”pian” atau ”sampian” untuk calon pembeli yang bahkan usianya lebih muda. Hal ini digunakan agar daganganya bisa laku terjual dan untung memberi kesan bahwa si penjual adalah orang yang ramah dan santung terhadap pembeli sehingga si pembeli betah dan tidak jera untuk mampir ketempat itu lagi.
Di daerah tertentu di Hulu Sungai, terdapa kata sapaan ”andika” yang biasanya dipakai oleh seorang istri kepada suaminya. Kadang-kadang dipakai pula sapaan ”abahnya” atau ”abah ikam”. Namun terdapat pula dibeberapa daerah kata sapaan “andika” digunakan untuk orang yang lebih tua.
Sementara itu sang suami menyapa istrinya dengan sapaan ”ikam” atau ”nyawa”. Di Hulu Sungai kadang-kadang terdengar sapaan ’umanya” atau ”umanya sianu”.
Kata sapaan kepada saudara kandung pihak ayah atau pihak ibu, terdapat beberapa kosa kata yang berbeda, tergantung kedudukannya dalam keluarga yang dimaksud. Misalnya Saudara dari ayah atau ibu ada lima orang. Kepada yang paling tua dipergunakan sapan ”julak” (pria atau wanita), kepada urutan yang kedua dipakai sapaan ”gulu” (pria atau wanita), kepada urutan ketiga dipakai sapaan ”tangah” (pria atau wanita” atau ”patangah” (khusus pria) dan ”matangah” (khusus wanita).
Kata sapaan ”patangah”berasal dari kata ”bapak tangah” dan ’matangah” dari kata ’mama tangah” artinya paman aau bibi yang berada pada urutan tengah dari beberapa orang saudara ayah atau ibu. Sedangkan sapaan ”gulu” (Bahasa Indonesianya ”leher”) untuk paman atau bibi yang kedudukannya pada pososi atas nomor dua.
Kata sapaan untuk adik dari ayah/ibu dipakai sapaan ”pakacil” (dari kata Bapak kecil), khusus untuk paman termuda. Sedangkan untuk bibi termuda dipergunakan sapaan ”makacil”. Ada juga sebagian di beberapa daerah yang menggunakan sebutan “usu” / “ busu”  (pria atau wanita ) untuk saudara yang paling bungsu.
Masyarakat Banjar secara tradisional, bahkan menurut Agama Islam, selalu menghormati orang yang lebih tua. Oleh karena itu kata sapaan yang semula dipakai khusus dalam lingkungan keluarga, kemudian dipakai untuk sapaan kepada pihak-pihak lain.
Kata sapaan yang berlaku umum dalam masyarakat Banjar adalah sapaan ”busu” yang berlaku untuk semua orang yang dianggap cukup tua umurnya, baik pria maupun wanita. Misalnya Su Amat (singkatan dari busu amat).
Kebiasaan masyarakat Banjar yang lain adala memendekan nama orang, yang dimulai dengan huruf ”i”, misalnya Su (Bakeri), Su Inur (Nursiah) dan lain-lain.
Selanjutnya kata sapaan ”utuh” ditujukan kepada anakanak atau remaja laki-laki didaerah Hulu Sungai, sedangkan sapaan ”nanang” dipergunakan di daerah Banjarmasin dan sekitarnya. Jika mempergunakan pangilan kata ”utuh” dan ”nanang” disingkat menjadi ”tuh” dan ”nang” atau “ su anang”.
Sapaan untuk anak-anak perempuan atau remaja puteri dipakai kata ’galuh” atau ”aluh”, biasanya disngkat ”luh”. Sedangkan dibeberapa daerah Hulu Sungai dipakai sapaan ’diang” atau ”idang”.
Demikianlah beberapa ulasan tentang kata sapaan yang berlaku dalam masyarakat Banjar, sebagai suatu khasanah kekayaan budaya bangsa yang keberadaannya perlu dipertahankan, karna sekarang sudah mulai banyak terkikis oleh masuknya budaya lain kedaerah banjar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)

Bahasa Banjar