(lanjutan) Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

3.3. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Konsep pembangunan berkelanjutan pada tingkat nasional harus dilihat dari konsep pembangunan yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang 1945 (UUD 45) bahwa tujuan negara adalah untuk “…memajukan kesejahteraan umum”. Hal ini dijelaskan kemudian dalam UUD 45, Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Pasal 33 ayat (4) UUD 45 menyebutkan bahwa pembangunan dalam konsep perekonomian nasional harus diselenggarakan dengan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Prinsip-prinsip tersebut telah ditambahkan pada proses amandemen UUD 45 yang ke empat pada tahun 2002. Falsafah dan makna yang terkandung dalam pasal tersebut sangat dalam, yaitu adanya fi losofi  “inter generasi”. Undang Undang 23 tahun 1997 (UU 23/1997) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (penyempurnaan dari UU 4/1982) memberikan landasan hukum yang mengikat untuk mengelola lingkungan hidup. Pelaksanaan Undang-undang tersebut merupakan jaminan bahwa kekayaan alam harus dimanfaatkan generasi masa kini tanpa mengurangi hak generasi mendatang untuk memanfaatkannya. Eksploitasi sumber daya alam harus dilakukan secara terencana dan tidak berlebihan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan diserahkan pengaturan dan pengawasannya kepada institusi khusus di Indonesia yang berkembang mengikuti pasang surut situasi politik di Indonesia. Didorong oleh Konferensi Stockholm 1972, pemerintah membentuk panitia interdepartemental yang disebut dengan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Bagi Pemerintah di Bidang Lingkungan Hidup guna merumuskan dan mengembangkan rencana kerja di bidang lingkungan hidup pada tahun 1972 (KLH, 2005). Panitia ini merumuskan program kebijaksanaan lingkungan hidup dalam GBHN 1973-1978. Keputusan Presiden nomor 27 tahun 1975 membentuk Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam dan penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Lingkungan hidup (KLH, 2005). Lembaga Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MEN-PPLH) dibentuk tahun 1978 dengan tugas pokok mengkoordinasikan pengelolaan lingkungan hidup. Dilanjutkan dengan pembentukan Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup di Daerah Tingkat I. Periode PPLH ini mulai memberlakuan UU 4/1982: Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada tahun 1983 telah dibentuk Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Kantor MENKLH) melalui Keppres 25/1983. Pembentukan institusi ini menunjukkan pengelolaan lingkungan yang dikaitkan dengan pengendalian penduduk. Peraturan Pemerintah (PP) di bidang lingkungan hidup yang pertama kali disusun dalam periode ini adalah PP 29/1986 tentang AMDAL. Adalah suatu titik puncak perkembangan institusi lingkungan ketika pada tahun 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) melalui Keppres 23/1990. Bapedal merupakan badan yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian kegiatan-kegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Bapedal mengambil contoh dari Environmental Protection Agency EPA di Amerika Serikat yang memiliki kewenangan sangat luas dalam pemantauan dan pengendalian dampak lingkungan atau perlindungan lingkungan. Dalam perkembangannya, MENKLH kemudian difokuskan kepada penanganan masalah lingkungan hidup dengan pembentukkan institusi Menteri Negara Lingkungan Hidup (MENLH) pada tahun 1993. Perkembangan ini menunjukkan adanya pemisahan pengelolaan aspek kependudukan dari masalah lingkungan hidup. Perkembangan politik selanjutnya terjadi pada tahun 2002 yaitu penggabungan fungsi Bapedal ke dalam Kantor MENLH. Dengan kata lain, institusi Bapedal dibubarkan dan seluruh fungsinya dilebur ke dalam fungsi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Pembahasan mengenai kebijakan lingkungan hidup akan sangat tergantung pada suatu periode pemerintahan. Oleh sebab itu pembahasan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup ini dibatasi pada periode pemerintahan 2005 – 2009 dimana peran sentral berada pada KLH dan beragam bentuk institusi pengelola lingkungan di pemerintah daerah baik di propinsi atau di kabupaten/kota (Bapedal, BPLHD, Kantor LH, Dinas LH, dsb.)  Pada tingkat nasional, saat ini pengelolaan lingkungan hidup ditangani oleh KLH melalui tujuh unit eselon satu setingkat Deputi Menteri. KLH memiliki visi sebagai berikut: “Terwujudnya perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebagai institusi yang handal dan proaktif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan melalui penerapan prinsip-prinsip Good Enviromental Governance, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”. (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2005) Terlihat sekali lagi bahwa salah satu titik fokus pengelolaan lingkungan adalah masalah pembangunan yang digiring kepada pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai visi tersebut KLH memiliki beberapa misi sebagai berikut: Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan Membangun koordinasi dan kemitraan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara efi sien, adil dan berkelanjutan. Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Sumber : Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL (Pusdiklat Kementerian Negara Lingkungan.Hidup) 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sapaan dalam Bahasa Banjar

Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)

Bahasa Banjar