Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MGD’S)
1.1. Kilas Balik MDG’s
Pada bulan September 2000, para pemimpin negara dan pemerintahan yang mewakili 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati sebuah deklarasi yang menjadi tonggak sejarah. Deklarasi itu diberi nama Deklarasi Milenium, sedangkan serangkaian tujuan, sasaran dan indikator yang menjadi pengejawantahan dari komitmen tersebut dikenal dengan nama Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals, MDG). Keberadaan MDG tidak terlepas dari upaya yang telah dilakukan bangsa-bangsa di dunia untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). MDG berisi 8 tujuan, 18 sasaran dan 48 indikator  yang menandaskan pemihakan bangsa-bangsa dan dunia internasional untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim sementara memperluas akses pendidikan, mendukung kesetaraan gender, meningkatkan kualitas kesehatan (terutama ibu dan anak), memerangi penyakit, dan menjamin keberlanjutan lingkungan. Selain itu, MDG juga mencerminkan dukungan pada negara-negara berkembang agar dapat mencapai posisi yang lebih bermartabat dalam pembangunan melalui kemitraan global.
1.2 MDG’s dan Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara yang menandatangani Deklarasi Milenium, dan karenanya sepakat untuk mengikatkan diri mencapai MDG di tahun 2015. Secara prinsip, Indonesia tetah mengakui nilai-nilai luhur yang terkandung dalam MDG, yaitu pemenuhan hak-hak dasar manusia, sejak kemerdekaannya. 4 MDG merupakan seruan pengingat (wake-up call) bagi semua negara, khususnya negara-negara yang masih harus berjuang keras untuk mencapai pembangunan manusia yang lebih baik. Dengan 18 sasaran dan 48 indikator yang jelas dan terukur, MDG menyederhanakan, mengeksplisitkan, dan mengkonkritkan bentukbentuk program pembangunan. Dengan demikian, pembangunanpun dapat dan harus dilaksanakan dengan lebih terfokus. Indonesia bertekad untuk memegang komitmen mencapai MDG. Hat ini dibuktikan dengan penetapan prioritas kerja Kabinet untuk mengurangi kemiskinan. Konsekwensinya, segala perhatian dan sumberdaya harus dikerahkan untuk penyediaan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin. Akses pada pelayanan dasar, seperti sumber-sumber keuangan, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan lingkungan permukiman yang baik, vital untuk mengangkat derajat kemanusiaan, sehingga penyediaannya tidak dapat ditunda-tunda lagi.
1.3 Target MDG terkait Perlindungan Lingkungan Hidup dan AMDAL
MDG mencakup 8 goals yang dijabarkan lebih lanjut dalam 18 target. Setiap target dilengkapi dengan indikator pencapaian yang secara keseluruhan mencakup 48 indikator. Kesepakatan dalam MDG dinyatakan dalam pernyataan “Pada tahun 2015, seluruh 191 negara anggota PBB telah berkomitmen untuk mencapai beberapa tujuan yaitu :
1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
3. Mendorong Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan
4. Menurunkan Angka Kematian Anak
5. Meningkatkan Kesehatan Kaum Ibu
6. Memerangi HIV / AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
7. Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.
Dalam kaitannya dengan beberapa tujuan MDGs tersebut diatas, perlindungan lingkungan merupakan bagian dari Tujuan ke 7 (Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup), yang didalamnya terdapat 3 target yaitu:
Target 9 : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program pembangunan, serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang.
Target 10 : Penurunan proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar, hingga separuhnya pada tahun 2015.
Target 11 : Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020.
Inti dari Target 9 di atas dengan jelas memiliki misi untuk memadukan prinsip-prinsip pembangunan keberlanjutan dengan kebijakan dan program pembangunan. Menghubungkan AMDAL dengan konsep pembangunan berkelanjutan merupakan hal penting untuk memahami landasan kerangka kerja AMDAL. Wacana tentang pembangunan berkelanjutan nampaknya sudah mengkristal dan mendorong ke arah yang lebih baik untuk menghasilkan kebijakan Iingkungan yang lebih baik. Salah satu konsensus yang dicapai adalah bahwa sumber daya alam harus dikelola dengan lebih baik dan harus adanya perubahan sikap manusia dalam tindakannya terhadap lingkungan. Beder (1993) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk membuat modifi kasi yang diperlukan yang memberikan jalan untuk kegiatan yang lebih berkelanjutan untuk kepentingan di masa mendatang. Pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik berarti perencanaan dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Dalam hal ini, AMDAL memiliki peran kunci karena melalui proses AMDAL, diharapkan adanya penyampaian informasi yang lebih baik tentang dampak Iingkungan kepada stakeholder atau pemangku kepentingan pembangunan terutama kepada para pengambil keputusan. Dalam konteks inilah AMDAL memainkan peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

2. PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Krisis global yang sebagian diakibatkan oleh laju pembangunan yang demikian cepat akhirnya disadari setelah konsep pembangunan diterapkan sekitar 30 tahun. Hal ini dipikirkan dan dicari solusinya pada konferensi lingkungan hidup sedunia di Stockholm, Swedia pada bulan Juni 1972. Konferensi ini telah menghasilkan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup melalui suatu komitmen global yang diarahkan untuk menangani masalah lingkungan akibat peningkatan kegiatan manusia. Buku ‘Our Common Future’ yang kemudian diterbitkan pada akhir 1970an merupakan refl eksi dari kekhawatiran akan krisis global tersebut . Konferensi Stockholm mendiskusikan masalah pembangunan dan lingkungan hidup dan telah mengkaji ulang pola pembangunan yang selama itu cenderung merusak bumi. Konferensi telah menekankan perlunya langkah-langkah menekan laju pertumbuhan penduduk, menghapuskan kemiskinan, menghilangkan kelaparan di negara berkembang (KLH, 2005). Di tingkat nasional, Pemerintah Indonesia mengadopsi pemahaman atas permasalahan ini dengan menugaskan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Men-PPLH) di dalam Kabinet Pembangunan III. Setelah tonggak bersejarah pada Konferensi Stockholm, dua puluh tahun kemudian dilakukan kembali pembicaraan untuk mengevaluasi masalah lingkungan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Rio de Janeiro Brazil pada tahun 1992. United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) kemudian menghasilkan Deklarasi Rio, Agenda 21, Konvensi Keanekaragaman Hayati (UNCBD), Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC), dan Prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Komitmen internasional untuk mengelola lingkungan hidup terus dikumandangkan dalam berbagai acara internasional seperti pada World Summit on Sustainable Development (WSSD) pada tahun 2002 setelah 10 tahun KTT Rio.
Salah satu hasil yang paling terkenal dari berbagai pembahasan internasional tersebut adalah konsep pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dihasilkan oleh World Commission on Environment and Development (WCED). Pembangunan berkelanjutan menurut defi nisi WCED adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka: “Development that meets the needs of the present without comprimising the ability of the future generations to meet theirs own needs” (Brundtland et. al. 1987). Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumberdaya ke dalam proses pembangunan, untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.  Namun demikian, tidak kurang ahli dan kritikus yang memiliki perbedaan pandangan terhadap konsep pembangunan berkelanjutan ini. Konsep ini dipandang “... sebagai cara untuk memacu model kapitalis Barat, ...” (Mitchel dkk. 2003. 37-36). Bagi mereka, pembangunan akan tetap menguntungkan negara-negara maju dan meninggalkan negara berkembang karena keduanya memiliki tingkat pembangunan yang berbeda.  Dari sisi positif, konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi khususnya sumber daya alam dan ekosistem untuk menyangga kehidupan. Hal ini terjadi karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi, meningkatnya aktivitas manusia dan intensitas eksploitasi sumber daya alam, yang diiringi dengan meningkatnya limbah yang dilepaskan ke alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem. Apabila semua kecenderungan tersebut diabaikan atau bahkan semakin dipacu, maka bisa dipastikan kehidupan manusia dan segala isi dunia akan terancam keberlanjutannya (KLH dan UNDP, 2000).

Sumber : Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL (Pusdiklat Kementerian Negara Lingkungan.Hidup) 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sapaan dalam Bahasa Banjar

Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)

Bahasa Banjar