Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)

Fenomena geografi berbeda dari wilayah yang satu dengan wilayah yang lain dan mempunyai pola keruangan/spasial tertentu (spatial structure). Tugas para ahli geografi adalah menjawab pertanyaan mengapa pola keruangan dari fenomena geografi tersebut terstruktur seperti itu, dan bagaimana terjadinya (spatial process). Berdasarkan perbedaan ini timbul interaksi antarwilayah dalam bentuk adanya pergerakan manusia, barang dan jasa.

Pendekatan keruangan adalah suatu metode analisis yang menekankan pada eksistensi ruang (space) yang berfungsi untuk mengakomodasikan kegiatan manusia. Tema analisis keruangan merupakan ciri utama dari geografi, selain itu, analisis keruangan juga paling kuat kemampuannya untuk melakukan perumusan (generalisasi) dalam rangka menyusun teori.

Terdapat 8 tema yang terkait dengan analisis pendekatan keruangan, yaitu :

1. Spatial pattern analysis (analisis pola keruangan)
Geografi mempelajari pola-pola, bentuk, dan persebaran fenomena di permukaan bumi. Geografi juga berusaha memahami makna dari pola-pola tersebut serta berusaha untuk memanfaatkannya. Pola berkaitan dengan susunan, bentuk, dan persebaran fenomena dalam ruang muka bumi. Fenomena yang dipelajari adalah fenomena alami dan fenomena sosial. Fenomena alami seperti aliran sungai, persebaran vegetasi, jenis tanah, dan curah hujan. Fenomena sosial misalnya, persebaran penduduk, mata pencaharian, permukiman, dan lain-lain.
Tema ini menekankan pada sebaran pola dari elemen-elemen pembentuk ruang yakni dengan mengidentifikasi mengenai aglomerasi (pengelompokan) sebarannya.
Contoh dari analisis pola keruangan :
a. Pola sebaran penempatan ATM BRI di Kota Banjarmasin
Di kota Banjarmasin terdapat beberapa cabang Bank Rakyat Indonesia, tetapi tidak seluruhnya memiliki ATM. Penempatan ATM BRI didasarkan pada pertimbangan banyaknya jumlah nasabah di sekitar tempat tersebut. Dan juga dikaitkan dengan aktivitas transaksi di daerah tersebut. Penyebaran ATM BRI di Kota Banjarmasin membentuk suatu pola random. Pola ini bisa digunakan untuk menentukan letak penyebaran ATM BRI berikutnya.
b. Pola sebaran pos polisi di Kota Banjarmasin
Beberapa pos polisi di Kota Banjarmasin sengaja di tempatkan di daerah yang strategis, misalnya di perempatan jalan. Hal ini untuk memudahkan kerja polisi dalam menanggapi kejadian-kejadian atau tindak kejahatan. Analisis pola ini dapat digunakan untuk membantu rencana penempatan pos polisi selanjutnya agar sesuai dengan konsep tata ruang daerah dan tetap strategis.
c. Pola pemukiman mengelompok
Pola pemukiman masyarakat Baduy di Jawa Barat berkelompok. Hal ini karena mereka masih memegang teguh budaya mereka dan mereka tidak menginginkan adanya campur tangan terlalu banyak dari masyarakat di luar kelompok mereka tersebut. Pemukiman yang mengelompk ini juga mempermudah sistem komunikasi mereka.
d. Pola sebaran tower provider seluler di Kota Banjarmasin
Daerah Banjarmasin banyak sekali memiliki tower-tower provider seluler. Keberadaannya yang tumpang tindih terkadang menyulitkan para pengguna provider seluler tersebut untuk memperoleh kualitas sinyal yang bagus. Padahal jika pola yang ada dicermati, dapat diatur sedemikian rupa penempatan dari tower-tower tersebut agar dapat berfungsi secara optimal dan tidak saling tumpang tindih.
e. Pola sebaran ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin
Ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin masih minim jumlahnya. Dengan menganalisis pola sebarannya dan dikaitkan dengan jumlah masyarakat yang memerlukankan ruang terbuka hijau ini, analisis tentang masalah ini bisa membantu penataan ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin.

2. Spatial structure analisis (analisis struktur keruangan)
Analisis struktur keruangan menekankan pada analisis susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Unsur-unsur pembentuk ruang antara lain manusia, alam, tekhnologi, dll. Unsur-unsur pembentuk ruang disini bisa berupa sesuatu yang bersifat positif maupun sesuatu yang bersifat negatif.
Contoh dari analisis struktur keruangan :
a. Struktur pembangunan hotel di Kota Banjarmasin
Seperti telah diketahui bahwa tanah di Kota Banjarmasin didominasi oleh tanah aluvial dan gambut. Jadi dalam pembangunan suatu hotel diperlukan struktur tertentu dan pemanfaatan tekhnologi tertentu pula agar hotel yang dibangun sesuai dengan harapan. Hotel-hotel tersebut dalam pembangunannya memerlukaan perencanaan yang matang.
b. Struktur rumah di daerah pinggiran sungai
Karena berada di daerah pinggiran sungai struktur rumah pada gambar di atas berbeda dengan rumah yang berada di tanah yang datar. Rumah di atas memiliki tiang-tiang yang panjang dan tertancap di sungai. Hali ini untuk mengantisipasi banjir yang mungkin terjadi. Analisis terhadap kasus seperti di atas dapat digunakan untuk perencanaan tata ruang wilayah khususnya di daerah pinggiran sungai.
c. Struktur tempat parkir di Pasar Ujung Murung
Struktur parkir di pasar Ujung Murung ada gambar di atas kurang tepat. Karena bagaimanapun disana jalan yang dijadikan sebagai lahan parkir, sehingga menggangu lalu lintas dan sering menyebabkan kemacetan. Analisis tehadap kasus ini mungkin akan dapat memberikan solusi bagaimana penanganan masalah parkir di area ini.
d. Struktur jembatan Rumpiang
Jembatan Rumpiang adalah jembatan yamg membentang di atas sungai Barito, kota Marabahan, kabupaten Barito Kuala. Jembatan ini diresmikan olehPresiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 25 April 2008. Dengan hadirnya jembatan tersebut akan memperlancar arus lalu lintas dari Kota Marabahanmenuju Banjarmasin dan sebaliknya yang sebelumnya harus menggunakan kapal feri untuk menyeberangi Sungai Barito. Jembatan Rumpiang memiliki total panjang bentang 753 meter dengan bentang utama sepanjang 200 meter menggunakan konstruksi pelengkung rangka baja. Pembangunan Jembatan Rumpiang dimulai sejak akhir tahun 2003, menggunakan dana baik dari APBN maupun APBD Kabupaten Barito Kuala dan Pemprov Kalimantan Selatan sebesar Rp174,5 miliar. Jembatan ini memiliki struktur tersendiri yang sesuai dengan manfaatnya.
e. Struktur kanal banjir barat
Banjir Kanal Jakarta adalah kanal yang dibuat agar aliran sungai Ciliwung melintas di luar Batavia, tidak di tengah kota Batavia. Banjir kanal ini merupakan gagasan Prof H van Breen dari Burgelijke Openbare Werken atau disingkat BOW, cikal bakal Departemen PU, yang dirilis tahun 1920. Studi ini dilakukan setelah banjir besar melanda Jakarta dua tahun sebelumnya. Inti konsep ini adalah pengendalian aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke kota Jakarta. Termasuk juga disarankan adalah penimbunan daerah-daerah rendah. Pembangunan saluran banjir Banjir Kanal Barat, atau juga sering disebut Kali Malang (Barat) ini dimulai tahun 1922, dengan bagian hulu berawal dari daerah Manggarai ke arah barat melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas, lalu membelok ke arah barat laut di daerah Karet Kubur. Selanjutnya ke arah Tanah Abang, Tomang, Grogol, Pademangan, dan berakhir di sebuah reservoar di muara, di daerah Pluit. Banjir Kanal Barat ini diharapkan dapat membantu masyarakat Jakarta mengatasi masalah banjir yang sering menimpa mereka.
f. Struktur waduk Riam Kanan
Sejarah balai riam kanan tahun 1976 didirikan dengan nama P3RPDAS sampai dengan tahun 1984 sejak tahun 1984 P3RPDAS dipecah jadi 2 menjadi Balai RLKT Riam kanan dan Sub Balai RLKT Riam Kanan sampai dengan tahun 1999. Sejak tahun 1999 Sub balai RLKT Riam Kanan bergabung dengan Balai RLKT Riam Kanan sampai tahun 2002. BRLKT Riam kanan berganti nama menjadi BPDAS Barito sejak Tanggal 7 maret 2002 melalui SK Menhut no. 665/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai disebutkan bahwa Balai Pengelolaan DAS adalah Unit Pelaksana Teknis yang berada di daerah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan dengan wilayah kerja seluruh propinsi kalimantan selatan dan sebagian prop kaleng 4 kabupaten (bartim,, barsel, barut dan mura) mengingat sungai barito mencakup 4 kabupaten tersebut. Pembangunan jaringan irigasi Riam Kanan meliputi bendung, saluran induk atau primer sepanjang 23,80 km, saluran sekunder sepanjang 47,90 km, jaringan tersier 5.965 ha dan saluran pembuang primer 14,90 km, serta saluran pembuang sekunder 26,50 km yang terletak disub area B. Irigasi Riam Kanan pada saat ini tidak hanya digunakan untuk mengairi persawahan, tetapi untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti untuk suplai air baku perusahaan air minum daerah, perikanan (kolam, keramba) dan pariwisata. Sehingga, pada musim kemarau beberapa tahun terakhir, terjadi keluhan kurangnya debit air irigasi Riam Kanan yang dirasakan oleh beberapa pengguna tersebut. Sedangkan potensi belum diketahui dengan jelas, apakah debit masukan (keluaran bendungan Riam Kanan, bendung Karang Intan dan hujan sesuai dengan debit keluaran (kolam ikan, PDAM, pengairan sawah seluas 7.012 ha dan evaporasi permukaan air) Potensi air dari Bendungan Riam Kanan ini masih cukup untuk kebutuhan air BendungKarang Intan, ketersedian air cukup untuk mengairi persawahan sesuai rencana pembangunan irigasi Riam Kanan

3. Spatial process analysis (analisis proses keruangan)
Analisis proses keruangan menekankan pada proses keruangan yang biasanya divisualisasikan pada perubahan ruang dari waktu ke waktu (sesuai dimensi kewaktuannya). Perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dapat dikemukakan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Contoh dari analisis proses keruangan :
a. Fluktuasi jumlah kios di Pasar Lama dari tahun 1980 hingga tahun 2000
Jumlah kios di Pasar Lama dari tahun 1980 hingga tahun 2000 terlihat bertambah. Hal ini berpengaruh pada penataan pasar itu sendiri. Sayangnya pertambahan ini justru membuat kesemrawutan di area pasar itu sendiri. Dengan adanya analisis proses keruangan di area Pasar Lama maka akan dapat memprediksikan bagaimana keadaan pasar tersebut di masa mendatang.
b. Fluktuasi jumlah kendaraan di Kota Banjarmasin dari tahun 2005 hingga tahun 2010
Jumlah kendaraan di Kota Banjarmasin cenderung bertambah seiring bertambahnya jumlah penjualan kendaraan bermotor di kota ini dan jumlah penduduknya. Pertambahan ini tentunya memiliki proses tersendiri. Analisis terhadap masalah ini dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan jalan dan pengembangan program-program untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
c. Fluktuasi jumlah ruko di daerah Jl. Sultan Adam dari tahun 2008 hingga tahun 2010
Banyaknya pembangunan ruko-ruko baru di daerah Jl. Sultan Adam membuat daerah ini mulai berkembang. Proses ini melibatkan elemen pembentuk ruang yaitu alam dan manusia. Manusia membangun ruko dan alam menyediakan tempat yang cocok untuk pembangunan tersebut. Analisis terhadap proses ini sangat berguna bagi perencanaan tata ruang daerah Kota Banjarmasin.
d. Fluktuasi jumlah mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UNLAM dari tahun 2007 hingga tahun 2010
Fluktuasi jumlah mahasiswa di PSP Geografi FKIP UNLAM menggambarkan proses perkembangan program studi ini. Analisis terhadap hal ini dapat digunakan untuk perencanaan kurikulum dan pemberdayaan dosen serta mahasiswa itu sendiri. Selain itu dapat pula digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan calon-calon guru Geografi alumni dari PSP Geografi FKIP UNLAM di masa mendatang.
e. Fluktuasi volume sampah di TPA Basirih dari tahun 2009 hingga tahun 2010
Fluktuasi sampah di TPA ini menggambarkan betapa banyak sampah yang diproduksi masyarakat kota Banjarmasin setiap harinya. Analisis terhadap proses ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan apakah TPA ini nantinya masih mampu menampung sampah atau tidak.

4. Spatial interaction analysis (analisis interaksi keruangan)
Analisis interaksi keruangan menekankan pada keterkaitan elemen-elemen lingkungan secara intra maupun inter elemen baik secara individu maupun antar wilayah untuk dapat menjalin komunikasi wilayah.
Contoh dari analisis interaksi keruangan :
a. Konsep interaksi satu rayon/satu daerah satu sekolah
Dalam konsep ini pelajar yang berasal dari satu daerah/satu rayon hanya boleh bersekolah di satu sekolah. Dalam hal ini mereka tidak diperbolehkan sekolah di sekolah lain yang berbeda rayon dengan mereka. Hal ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihannya antara lain akan memudahkan pengelolaan sekolah oleh Dinas Pendidikan, kekurangannya adalah banyak siswa dan sekolah yang akhirnya tidak mampu berkembang dengan baik.
b. Konsep interaksi pada daerah Tarakan di Kota Banjarmasin
Agar tidak terjadi persaingan para pedagang makanan ini disatukan dalam suatu wilayah sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang sama dalam hal lokasi yang strategis. Dengan cara ini akan lebih mempermudah para pembeli. Misalnya kita ingin makan bakso di kios yang satu, tapi kita minum dan duduk di kios yg lain, makanan akan diantarkan ke kios dimana kita duduk. Interaksi antara 2 kios ini akan menguntungkan kedua pihak penjual dan juga pihak pembeli.
c. Interaksi antara masyarakat pesisir dengan masyarakat pegunungan di wilayah Kab.Kotabaru
Di kabupaten Kotabaru, sebagian wilayahnya merupakan pesisir pantai, oleh karena itu terjadi interaksi antara masyarakat pantai dengan masyarakat pegunungan terutama dalam tukar menukar hal kebutuhan pokok. Masyarakat pesisir memerlukan beras dan sayur mayur, sedangkan masyarakat pegunungan memerlukan lauk pauk. Kedua masyarakat ini akan saling berinteraksi pada akhirnya.
d. Interaksi antara suku asli dengan suku pendatang di Pulau Kalimantan
Di Pulau Kalimantan terjadi interaksi antara suku pendatang dengan suku asli. Interaksi ini menyebabkan mereka dapat hidup berdampingan di pulau ini. Waaupun ternyata interaksi ini pernah menimbulkan suatu konflik besar, yaitu konflik Sambas. Yang terjadi antara suku asli (dayak) dan suku pendatang (madura).
e. Interaksi antara tempat pelelangan ikan dengan pasar ikan di Kabupaten Kotabaru
Antara TPI dengan pasar ikan di Kabupaten Kotabaru terjadi sebuah hubungan/interaksi. TPI menyuplai kebutuhan ikan di pasar ikan Kabupaten Kotabaru. Hubungan ini menguntungkan bagi beberapa pihak seperti penjual, pembeli, pengumpul dan nelayan.

5. Spatial organization anlaysis (analisis organisasi keruangan)
Analisis organisasi keruangan bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen lingkungan mana yang berpengaruh terhadap terciptanya tatanan spesifik dari elemen-elemen pembentuk ruang. Penekanan utamanya pada keterkaitan antara kenampakan yang satu dengan yang lainnya secara individual.
Contoh dari analisis organisasi keruangan :
a. Pengaruh perkembangan kota Banjarmasin terhadap wilayah Handil Bakti
Seiring dengan berkembangnya wilayah Kota Banjarmasin, wilayah feri-feri di daerah Handil Bakti juga ikut berkembang.
b. Pengaruh perkembangan budaya Jawa di Kabupaten Kotabaru
Budaya Jawa berkembang di Kabupaten Kotabaru terutama di daerah desa Sebelimbingan dan desa Megasari. Perkembangan ini menyebabkan banyak munculnya pertunjukan-pertunjukan budaya Jawa dan beberapa organisasi komunitas Jawa di Kabupaten Kotabaru.
c. Pengaruh budaya Malaysia terhadap pulau-pulau milik Indonesia yang ada di wilayah perbatasan.
Karena minimnya perhatian pemerintah terhadap pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan dengan Malaysia, pulau-pulau ini mulai dipengaruhi oleh budaya Malaysia, bahkan beberapa diantara mereka tidak lagi menggunakan mata uang rupiah, akan tapi menggunakan mata uang ringgit. Selain itu siaran-siaran komunikasi yang mereka dapatkan juga kebanyakan bersumber dari Malaysia.
d. Pengaruh kota Jakarta sebagai penyokong perekonomian kota-kota di sekitarnya
Kita ketahui bersama bahwa kota Jakarta menyokong kegiatan ekonomi kota-kota di sekitarnya, misalnya Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi. Kegiatan ekoomi di kota-kota ini terorganisir dan hampir sebagian besar terpusat di Jakarta. Hali ini membentuk sebuah organisasi keruangan yang berpengaruh pada manusia, alam dan elemen-elemen pembentuk ruang lainnya.
e. Organisasi Keruangan Industri Budaya di Kota Surakarta
Analisa struktur keruangan industri budaya di Kota Surakarta menunjukan bahwa beberapa industri budaya mendapatkan penghematan eksternal yang didapat dari kecenderungan aglomerasi ekonomi. Adapun analisa pola keruangan dari berbagai industri budaya di Kota Surakarta menunjukan peran penting infrastruktur keras dan lunak dalam pembentukan pola mengelompok (clustered) bagi suatu industri budaya. Di Kota Surakarta, creative milieu yang dominan terdapat di 8 lokasi. Sedangkan klasterisasi industri budaya yang potensial terdapat di 7 lokasi. Keberadaan industri budaya dalam ruang kota bukanlah sebuah kebetulan yang acak atau hanya didorong oleh kekuatan ekonomi semata. Dengan demikian, pengembangan lokasi potensi klasterisasi industri budaya tersebut harus mampu mengolaborasikan aspek spasial, sosial budaya dan ekonomi secara holistik.

6. Spatial association analysis (analisis asosiasi keruangan)
Analisis asosiasi keruangan bertujuan untuk mengungkapkan terjadinya asosiasi keruangan antara berbagai kenampakan pada suatu ruang, apakah ada fungsional atas sebaran keruangan atau gejala dengan sebaran keruangan gejala yang lain.
Contoh dari analisis asosiasi keruangan :
a. Hilangnya lahan-lahan kosong akibat pembangunan ruko di Jl. Sultan Adam
Akibat adanya pembangunan ruko di daerah Jl. Sultan Adam, banyak lahan-lahan kosong yang menghilang. Lahan-lahan kosong ini berubah fungsi menjadi bangunan ruko yang berjajar di pinggir Jl. Sultan Adam. Dari kasus ini terlihat bagaimana asosiasi antara dua hal tersebut.
b. Asosiasi antara pembangunan pelabuhan fery dengan berkurangnya luas hutan Bakau di desa Stagen kab. Kotabaru
Akibat adanya pembangunan pelabuhan fery di wilayah desa Stagen kabupaten Kotabaru, jumlah hutan Bakau berkurang secara drastis karena daerah yang semula hutan Bakau telah dibabat habis. Daerah ini kemudian dibangun menjadi pelabuhan fery. Karena jumlah hutan bakau yang berkurang, pengikisan oleh gelombang air Selat Laut terhadap Pulau Laut di desa Stagen ini juga semakin besar. Jika dibiarkan terus-menerus, ada kemungkinan banyak bagian pesisir dari desa ini yang akan tenggelam.
c. Asosiasi antara bertambahnya jumlah kendaraan bermotor dengan bertambahnya jumlah kecelakaan lalu lintas di Kota Banjarmasin
Akibat bertambahnya jumlah kendaraan bermotor di Kota Banjarmasin, jumlah kecelakaan lalu litas yang terjadi juga bertambah. Kedua hal ini tentunya saling berasosiasi. Hal ini terjadinya akibat semakin padatnya jalanan di kota Banjarmasin serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas.
d. Asosiasi antara bertambahnya jumlah kost-kostan di sekitar Gang Rahim dengan bertambahnya jumlah mahasiswa di Universitas Lambung Mangkurat
Seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa di Universitas Lambung Mangkurat, jumlah kost-kostan di sekitar gang Rahim juga ikut bertambah. Beberapa rumah yang semula hanya rumah biasa mulai disulap menjadi kost-kostan. Dua hal ini saling berasosiasi. Masyarakat di sekitar gang Rahim melihat potensi bertambahnya jumlah mahasiswa ini sebagai sebuah peluang usaha yang menguntungkan. Lalu mereka membuat atau menjadikan rumah mereka sebagai tempat kost.
e. Asosiasi bertambahnya jumlah pengemis di jalanan kota Banjarmasin dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin di kota tersebut
Kemiskinan menyebabkan bertambah banyaknya jumlah pengemis di jalanan kota Banjarmasin. Bahkan mereka datang dari berbagai tingkatan umur,pengemis yang masih anak-anak, remaja, hingga yang kaum muda dan kaum tua membanjiri jalanan kota Banjarmasin. Di perempatan jalan, di sekitar pasar dan warung makan menjadi daerah sasaran operasi mereka.

7. Spatial tendency analysis (analisis tendensi/kecenderungan keruangan)
Analisis tendensi keruangan yang menekankan pada upaya mengetahui kecenderungan perubahan suatu gejala. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan space based analysis, time based analysis maupun gabungan antara space dan time based analysis.
Contoh dari analisis tendensi keruangan :
a. Kecenderungan perkembangan ibukota Kabupaten Kotabaru ke arah desa Sebelimbingan
Wacana pemindahan ibukota kabupaten Kotabaru ke desa Sebelimbingan menyebabkan pembangunan beberapa kantor pemerintahan tidak lagi di daerah perkotaan tapi mulai bergerak menuju arah desa Sebelimbingan.
b. Kecenderungan pusat perkantoran Kabupaten Kotabaru ke arah Desa Stagen
Desa Stagen sebagai desa yang direncanakan menjadi daerah perkantoran di Kabupaten Kotabaru masa mendatang mulai dipenuhi oleh pembanguan perkantoran dan sentra-sentra pelayanan masyarakat lainnya. Perkembangan ini dimaksudkan untuk mengurangi beban pusat kota Kotabaru akibat penuhnya perkantoran-perkaantoran.
c. Kecenderungan perkembangan industri ke arah pinggiran kota
Pusat kota yang telah terlalu padat membuat perkembangan industri di kota-kota besar mulai bergerak ke daerah pinggiran yang amsih bisa menyediakan lahan luas.
d. Kecenderungan perkembangan wilayah pertanian di Kabupaten Tanah Bumbu
Wilayah pertanian di Kabupaten Tanah Bumbu cenderung berkembang pesat dikarenakan kondisi tanah yang mendukung dan dukungan penuh dari pemerintah yang bersangkutan.
e. Kecenderungan perkembangan perkebunan karet di wilayah desa Sungup Kanan Kabupaten Kotabaru
Daerah perkebunan karet di daerah desa Sungup Kabupaten Kotabaru mulai berkembang luas. Hal ini dikarenakan di daerah ini masih banyak lahan kosong yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.

8. Spatial sinergism analysis (analisis sinergis keruangan)
Analisis sinergis keruangan merupakan suatu analisis yang menekankan pada sinerginya keruangan. Analisis mencoba menyoroti majunya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang menyebabkan terjadinya mobilitas barang, jasa, informasi yang tinggi yang menyebabkan dinamika keruangan semakin tinggi dan kompleks. Beberapa ide spatial sinergisme yang berupa wacana kabur dikarenakan belum adanya penelitian yang secara mendalam menyorotinya.
Contoh dari analisis sinergis keruangan :
a. Kapet Batulicin
KAPET Batulicin meliputi Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu berada di bagian timur wilayah Kalimantan Selatan. Secara geografis wilayah ini terletak antara 2°20°- 4°21´ Lintang Selatan dan antara 115°15-116°30’ Bujur Timur. Total luas wilayah KAPET Batulicin 14.489,69 Km2 atau 1.448.969 ha dimana sebagian besar wilayah berada di daratan Pulau Kalimantan sedangkan lainnya di Pulau Laut dan pulau-pulau kecil diselat Makassar dan Laut Jawa. Ada Tujuh komoditas unggulan KAPET Batulicin yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang signifikan, adalah :
- Kehutanan
- Perkebunan & Agrobisnis
- Pertambangan
- Pariwisata
- Pertanian & Perikanan
- Industri
Ada beberapa hal yang menarik untuk disimak, tentang hambatan dan peluang keberadaan Kapet. Pertama, keberadaan BP kapet batulicin seakan hilang tak berbekas, ketika kewenangannya digantikan oleh keberadaan Pemkab Tanbu (pemekaran dari kabupaten induk) yang muncul belakangan. Kedua, terkesan ada tumpang tindih peraturan setelah diberlakukannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah mulai tanggal 1 Januari 2001, dan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2000 tanggal 6 Mei 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Ketiga, sesuai amanat keppres maka yang bertanggung jawab sebagai Ketua Badan Pengelola kapet (BP-Kapet) adalah Gubernur yang akan di bawahi Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), akan ada lembaga super imun dengan kewenangan besar didalam garis demarkasi Pemkab Tanbu yang harus di perjelas keberadaannya. Keempat, ada telaah KEPPRES No. 11 Tahun 1998 yang memberikan Cakupan wilayah KAPET Batulicin meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Kota Baru dengan Pusat Kegiatan KAPET Batulicin terletak di Batulicin, karena batulicin sudah masuk Kabupaten Tanah Bumbu. Walaupun tidak signifikan berpengaruh, karena kapet adalah wilayah otonom seperti otorita batam. Kelima, revitalisasi asset-aset BP-Kapet yang saat ini digunakan Pemkab Tanbu, agar ada transparansi pengelolaan keuangan daerah. Hingga saat ini, bangunan BP-Kapet masih digunakan Pemkab Tanbu, ditambah keberadaan PT. Meratus Jaya Iron & Steel (perusahaan patungan PT.Krakatau Steel dan PT. Antam.TbK) yang akan ber investasi dikawasan lahan Kapet Batulicin.
b. Sinergisme dalam AFTA
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
c. Sinergisme dalam perdagangan bebas antara Indonesia dan China
Menyikapi perdagangan bebas ASEAN-China, khususnya Indonesia-China, sesungguhnya merupakan perdagangan bebas yang tidak adil. Kita mengenal sistem ekonomi China belum bisa dikatakan keluar sepenuhnya dari sistem ekonomi terpimpin (Command economic System), berarti komoditas yang dihasilkan China merupakan komoditas nasional, meskipun dihasilkan oleh produsen swasta dapatkah kita menjamin hilangnya keterlibatan Pemerintah China dalam proses produksi (hilangnya subsidi pemerintah, serta bantuan pemerintah lainnya terhadap pengusaha). Pada kondisi seperti ini sesungguhnya produsen swasta Indonesia tengah bersaing dengan negara China sebagai produsen, akan mampukah produsen Indonesia bersaing dengannya ?. Kesulitan bersaing produsen swasta Indonesia dengan produk China terletak pada tingkat efisiensi yang dicapai oleh masing-masing produsen. Tingkat efisiensi produksi produsen swasta Indonesia tentu kalah oleh tingkat efisiensi produksi China, sebab berbagai unsur pendukung tercapainya efisiensi di China sepenuhnya merupakan kebijakan Pemerintah China, sebab negaranya merupakan produsen, dan tingkat ekonomi biaya tinggi di negara China relatif sangat rendah. Perdagangan bebas antar negara yang memiliki tingkat efisiesi yang seimbang memang menguntungkan, khususnya bagi pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap produk yang tidak diproduksi di dalam negeri, namun jika perdagangan bebas dilakukan antara negara yang telah memperoleh efisiensi karena sistem ekonomi dan keterlibatan negara sangat mendukung dengan negara berkembang yang belum mencapai tingkat efisiensi dalam perekonomiannya, maka yang terjadi adalah ketidak adilan. Jika perdagangan bebas memperdagangkan barang yang telah di produksi di dalam negeri negara yang tidak efisien, maka perdagangan bebas merupakan penghancuran produsen dalam negeri. Pergaulan ekonomi dunia bukan ajang pemelaratan manusia, namun alat untuk mensejahterakan manusia, jika ternyata perdagangan bebas melahirkan kesengsaraan rakyat Indonesia, sebaiknya Indonesia menunda perdangan bebas sampai dicapai tingkat efisiensi ekonomi nasional dan siap bersaing.
d. Sinergisme dalam OPEC
OPEC (singkatan dari Organization of the Petroleum Exporting Countries; atau Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi) adalah organisasi yang bertujuan menegosiasikan masalah-masalah mengenai produksi, harga dan hak konsesi minyak bumi dengan perusahaan-perusahaan minyak. OPEC didirikan pada 14 September 1960 di Bagdad, Irak. Saat itu anggotanya hanya lima negara. Pada Mei 2008, Indonesia mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan surat untuk keluar dari OPEC pada akhir 2008 mengingat Indonesia kini telah menjadi importir minyak (sejak 2003) atau net importer dan tidak mampu memenuhi kuota produksi yang telah ditetapkan. Dari sini terlihat walaupun tergabung dalam OPEC, setiap negara masih bersaing dalam bidang perminyakan. Hal ini menunjukkan sinergi antar negara-negara anggota OPEC.
e. Sinergisme dalam APEC
Forum Kerjasama Ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation-APEC) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Tujuan forum ini selain untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan juga mengembangkan dan memproyeksikan kepentingan-kepentingan kawasan dalam konteks multilateral. Tapi kenyataannya APEC justru hampi membunuh berbagai produksi barang dan jasa di negara Indonesia, hal ini adalah bentuk sinergisme antara negara anggota APEC.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sapaan dalam Bahasa Banjar

Bahasa Banjar