Pantun Banjar

Pantun Banjar merupakan pengembangan lebih lanjut dari Peribahasa Banjar. Istilah pantun sendiri menurut Brensetter sebagaimana yang dikutipkan Winstead (dalam Usman, 1954) berasal dari akar kata tun yang kemudian berubah menjadi tuntun yang artinya teratur atau tersusun. Hampir mirip dengan tuntun adalah tonton dalam bahasa Tagalog artinya berbicara menurut aturan tertentu (dalam Semi, 1993:146-147).
Sesuai dengan asal-usul etimologisnya yang demikian itu, maka pantun memang identik dengan seperangkat kosa-kata yang disusun sedemikian rupa dengan merujuk kepada sejumlah kriteria konvensional menyangkut bentuk fisik dan bentuk mental puisi rakyat anonim.
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria konvensional yang harus dirujuk dalam hal bentuk fisik dan bentuk mental pantun ini, yakni :
1.     setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah 
2.    jumlah baris dalam satu baitnya minimal 2 baris (pantun kilat) dan 4 baris (pantun biasa dan pantun berkait) 
3.   pola formulaik persajakannya merujuk kepada sajak akhir vertikal dengan pola a/a (pantun kilat), a/a/a/a, a/a/b/b, dan a/b/a/b (pantun biasa dan pantun berkait) 
4.     khusus untuk pantun kilat, baris 1 berstatus sampiran dan baris 2 berstatus isi, 
5.     khusus untuk pantun biasa dan pantun berkait, baris 1-2 berstatus sampiran dan baris 3-4 berstatus isi 
6.    lebih khusus lagi, pantun berkait ada juga yang semua barisnya berstatus isi, tidak ada yang berstatus sampiran.
     Zaidan dkk (1994:143)mendefinisikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 larik dengan rima akhir a/b/a/b. Setiap larik biasanya terdiri atas 4 kata, larik 1-2 merupakan sampiran, larik 3-4 merupakan isi. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara sampiran dan isi ini, pantun dapat dipilah-pilah menjadi 2 genre/jenis, yakni pantun mulia dan pantun tak mulia. Disebut pantun mulia jika sampiran pada larik 1-2 berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis dan sekaligus juga berfungsi sebagai isyarat isi. Sementara, pantun tak mulia adalah pantun yang sampirannya (larik 1-2) berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis saja, tidak ada hubungan semantik apa-apa dengan isi pantun di larik 3-4.
Sementara Rani (1996:58) mendefinsikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 baris dalam satu baitnya. Baris 1-2 adalah sampiran, sedang baris 3-4 adalah isi. Baris 1-3 dan 2-4 saling bersajak akhir vertikal dengan pola a/b/a/b.
Hampir semua suku bangsa di tanah air kita memiliki khasanah pantunnya masing-masing. Menurut Sunarti (1994:2), orang Jawa menyebutnya parikan, orang Sunda menyebutnya sisindiran ataususualan, orang Mandailing menyebutnya ende-ende, orang Aceh menyebutnya rejong atau boligoni, sementara orang MelayuMinang, dan Banjar menyebutnya pantun. Dibandingkan dengan genre/jenis puisi rakyat lainnya, pantun merupakan puisi rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik local genius bangsa Indonesia sendiri.
Istilah pantun tidak ditemukan padanannya dalam bahasa Banjar, sehubungan dengan itu istilah ini langsung saja diadopsi untuk memberi nama fenomena yang sama yang ada dalam khasanah puisi rakyat anonim berbahasa Banjar (Folklor Banjar).
Pada zaman sekarang ini, pantun, khususnya pantun Banjar, tidak lagi menjadi puisi rakyat yang fungsional di Kalsel. Sudah puluhan tahun tidak ada lagi forum Baturai Pantun yang digelar secara resmi sebagai ajang adu kreatifitas bagi para Pamantunan yang tinggal di desa-desa di seluruh daerah Kalsel.
Pantun Banjar yang masih bertahan hanya pantun adat yang dibacakan pada kesempatan meminang atau mengantar pinengset (bahasa Banjar Patalian). Selebihnya, pantun Banjar cuma diselipkan sebagai sarana retorika bernuansa humor dalam pidato-pidato resmi para pejabat atau dalam naskah-naskah tausiah para ulama.
Syukurlah, seiring dengan maraknya otonomi daerah sejak tahun 2000 yang lalu, ada juga para pihak yang mulai peduli dan berusaha untuk menghidupkan kembali Pantun Banjar sebagai sarana retorika yang fungsional (bukan sekedar tempelan). Ada yang berinisiatif menggelar pertunjukan eksibisi Pantun Banjar di berbagai kesempatan formal dan informal, memperkenalkannya melalui publikasi di berbagai koran/majalah, melalui siaran khusus yang bersifat insidental di berbagai stasiun radio milik pemerintah atau swasta, dan ada pula yang berinisiatif mememasukannya sebagai bahan pengajaran muatan lokal di sekolah-sekolah yang ada di seantero daerah Kalsel.
Sekarang ini di Kalsel sudah beberapa puluh kali digelar kegiatan lomba tulis Pantun Banjar bagi para peserta di berbagai tingkatan usia. Tidak ketinggalan Stasiun TVRI Banjamasin juga sudah membuka acara Baturai Pantun yang digelar seminggu sekali oleh Bapak H. Adjim Arijadi dengan pembawa acara Jon Tralala, Rahmi Arijadi, dan kawan-kawan.
Masyarakat Banjar tempo dulu (bahari) sangat gemar berpantun sampai sekarang ini. Yang lebih menggembirakan bukan saja orang – orang  tua tetapi juga kaula muda Tanah Banjar masih tetap menggemari pantun bahkan akan tetap melestarikannya.
Struktur pantun Banjar seperti halnya pantun Indonesia lama atau pantun Melayu yang bersetruktur : baris pertama dan kedua adalah sampiran, baris ketiga dan keempat adalah isi. Jumlah suku katanya baris pertama sama dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat. Atau jika terjadi selisih suku katanya tidak lebih dari dua suku kata saja.  Atau dari baris pertama, kedua, ketiga dan keempat sama jumlah suku katanya. Rima persajakan pada pantun Banjar ada yang berima   (a),(b),(a),(b). dan ada pula yang berima (a),(a),(a),(a)
Terkadang pantun Banjar ada yang unik, mirip dengan syair yakni baris – barisnya hampir tidak dapat dibedakan sampiran dan isi dan rima sajaknya  (a),(a),(a),(a). Yang lebih unik lagi apabila pantun ini merupakan lirik dari lagu atau nyanyian yakni terjadi pengulangan baris sehingga menimbulkan bunyi dan irama yang harmonis.
 
Pantun Banjar ada lima ragam :

I. Ragam Pantun Banjar Biasa
    Seperti Pantun Agama, Pantun Adat Istiadat, Pantun Badatang, Baturai Pantun,   
    Panglipur, Papujian, Balolocoan, Marista, Pantun Insyaf,  Pantun Bacucupatian,  
II. Ragam Pantun Banjar Pantun Tarasul
III. Ragam Pantun Banjar Sebagai Lirik Lagu atau Nyanyian
IV. Ragam Pantun Banjar Sebagai Pengiring Tarian
V. Ragam Pantun Wayahini


I. Ragam – Ragam Pantun Banjar Biasa

1.       Pantun Agama
    Pantun agama ini merupakan pantun yang berisi tentang keagamaan (relegiusitas),  tuntunan bagaimana menjalankan syariat islam.

Luruk banyu ka dalam bulanai
Gasan mangurung si iwak patin
Islam nitu agama nang damai
Damai di lahir damai di batin

Bawalah paikat ka Birayang
Imbah nitu ka Palaihari
Wajib salat atawa sambahyang
Lima kali dalam sahari
 
Mun isuk mudik ka Kandangan
Batarus haja ka Mantimin
Kitap suci kitap Al Quran
Bacaan mulia urang muslimin

Daun pudak atawa pandan
Bawalah ka pasar ari Arba
Amun datang bulan Ramadan
Jangan tatinggal wajip puasa

Ada nasi ada jua bubur
Pilih makan handak nang mana
Imbah mati masuk ka kubur
Harta nang banyak kada dibawa


2.       Pantun Adat Istiadat
    Pantun Adat Istiadat ini adalah ragam pantun yang membimbing atau berupa nasihat agar bertingkahlaku, sopan santun, berahlak yang baik terhadap orang tua, pada seseorang baik terhadap yang muda mau pun yang tua, juga dalam tatanan bermasyarakat.

Puhun gambir di dalam hutan
Andaknya di padang sabat
Amun bapandir lawan kuitan
Baucap nitu bagamat-gamat

Mambawa papan ka muhara
Papan handak diulah pasak
Parak hadapan urang tuha
Mun bajalan babungkuk awak

3. Pantun Badatang (meminang)
    Pantun Badatang ini berisikan suatu tuntutan menagih janji berupa pinangan pria kepada pihak si perempuan. Kadang kala meminang ini terjadi berbalas pantun antara pihak pria dan pihak perempuannya.

Pihak pria :
Apa habar bayan manari
Katutut bajalan malam
Apa habar datang kamari
Manuntut janji samalam

Pihak perempuan :
Katutut burung katutut
Katutut basaung buntut
Lamun ada judu manuntut
Urang tuha bisa mamatut

4        Baturai Pantun
    Pantun ini adalah pantun bersahut – sahutan atau berbalas pantun. Setelah istirahat melakukan panen padi atau juga  kaula muda berkumpul – kumpul di rumah pengantin sebelum atau sesudah acara mempelai bersanding. Juga acara khusus baturai pantun disuatu tempat yang diselenggaran oleh panitia dalam rangka perayaan baik peringatan hari  besar nasional mau pun daerah.
Baturai pantun dilakukan baik sepasang atau berkelompok.

Biasanya dimulai oleh seseorang dari penyelenggara )
Mamuai wanyi tangkainya runtun
Wanyi dipuai di atas gunung
Mari kita baturai pantun
Mahaur-haur hati nang bingung

I
Manutuk lasung balenggang
Mapa akal handak mangalangakan
Amun buruk tapih di pinggang
Siapa jua nang manggantiakan

II
Baras limbukut jangan ditumbuk
Baik ditampi buang dadaknya
Jangan takutan batapih buruk
Kena aku manggantiakannya


5.  Pantun Panglipur
    Pantun ini berisikan suatu ujaran menghibur seseorang yang sedang gundah gulana atau memberikan semangat dimana seseorang sedang berduka.

Beberapa Pantun Panglipur :

Itam-itam tampuk palawi
Kamuning luruh bunganya
Itam-itam lawan panggawi
Putih kuning apa gunanya

Anak lalat guring bagantung
Anak warik manyanyiakan
Biar jahat lamun bauntung
Rupa baik kahada dimakan

 
6. Pantun Papujian
    Pantun ini berisikan pujian terhadap seseorang karena keelokan rupa atau baiknya tingkah laku.  Beberapan Pantun Papujian :

Pulau Alalak malang malintang
Wadah Diang-Galuh mancari undang
Mata galak nangkaya bintang
Saparti amas hanyar dituang

Pacak muha mambiji batang
Kuning nangkaya awan ditulis
Pinggang rengkeng sakacak malang
Dahi nangkaya bulan sahiris


7. Pantun Balolocoan
    Pantun Balolocoan adalah pantun berisikan kelucuan yang menjadikan tertawa.

Amas mirah intan sakerat
Kapal di laut gedung di darat
Mambuka pender pina harat
Tapih bakarut baju bajarat


8. Pantun Marista  
Pantun ini berisikan gundah gulananya hati atau sesuatu yang membuat menjadi sedih dan duka. Demikian juga merasakan sudah garisan nasip.

Anak itik umanya angsa
Inya mancucur lumut di batu
Jangan ditilik urang babangsa
Tilik akan dagang piatu


9. Pantun Insyap
    Pantun ini berisikan seseorang yang telah menyadari kesalahannya selama ini. Ia akan memperbaiki kesalahan itu.

Tuan haji baju 
babalah
Balinjang-linjang di luar kuta
Mangaji mamuji Allah
Sambahyang mambuang dusa


10. Pantun Bacucupatian     
Pantun Bacucupatian adalah pantun tebak – tebakan atau bisa juga disebut pantun teka – teki.

Urak lampit tikarnya purun
Tikar diurak di lantai batu
Disambat naik tanapi turun
Ayu tangguh nangapa nitu


II. Pantun Banjar : Pantun Tarasul (Surat Tarasul)
Sesungguhnya pantun itu sangat mengasyikkan. Apalagi pada zaman dahulu di masyarakat Banjar (Kalsel) pantun sangat digemari. Biasanya orang yangdianggap berbudi bahasa yang baik adalah mereka yang pandai berpantun. Tapi di zaman sekarang ini, zaman modern atau zaman globalisasi ini pantun sudah mulai terdesak. Orang sudah tidak ingat lagi bahkan tak pernah tahu terutama generasi muda Banjar apa yang dinamakan “pantun tarasul “. 
Pantun Tarasul “ adalah suatu bentuk surat berpantun yang berisikan cinta asmara. Seorang pemuda yang jatuh cinta kepada seorang pemudi, maka ia akan mengutarakan isi hatinya dalam lembaran kertas bertulis sebagai pengganti dirinya untuk disampaikan kepada sang pujaan. Kertas itu biasanya berupa kertas yang memanjang dari 1 meter sampai 2 meter. Sekeliling kertas itu dilukis dengan beraneka bunga. Setiap bunga punya makna tersendiri, seperti bunga melati artinya suci, mawar berarti cinta yang tak berhingga, cempaka artinya tanda penghormatan, kenanga artinya sama-sama cinta. Bunga “ kenanga “ ini adalah sebagai jawaban surat tarasul dari sang pemudi tanda penerimaan cintanya dan bila hatinya tak berkenan maka “ cempaka “lah jawabnya.
 Pada bagian muka di atas surat tarasul ada lukisan seekor naga dan seekor ular lidi. Gambar ini merupakan simbol percintaan antara pemuda dan pemudi. Naga simbol pemuda dan ular lidi simbol pemudi.
Contoh pantun tarasul, seperti ini :

Dengan babal si hina tani
Datang ka arapan kumala ingsani
Tunduk menghadap junjungan yang gani
Seraya bermedah di bawah ini

Wahai kumala ratna cumarna
Muhun diampuni tani yang hina
Menguraikan warta sedikit rencana
Muga disudikan penarimaan yang sempurna


III. Ragam Pantun Banjar Sebagai Lirik Lagu atau Nyanyian
      Pantun Banjar sebagai hasil Sastra Banjar merupakan cermin masyarakat Banjar. Lirik- lirik yang tersusun dalam Pantun banjar tampak terlihat alam budaya masyarakat Banjar. Pantun Banjar masih bertahan hidup dalam masyarakat banjar terutama lirik pantun merupakan lirik lagu – lagu banjar .
Lirik – lirik pada Pantun Banjar sebagai Lirik lagu ada yang unik. Sebab ada suku kata yang tidak sama jumlah  pada baris – barisnya dan ada lirik atau barisnya yang diulang atau penggalan lirik merupakan pengulangan untuk mematut irama sehingga menimbulkan harmonisasi dalam jalinan lagu tersebut.

( Pada lagu Gandut Janiah )

Aku tahu si sarang warik  
Sarang warik di pinggir hutan
Aku tahu si urang sarik  
Urang sarik  baparangutan

Urang subarang manggangan kacang
Kami sini manggangan bigi
Urang subarang lantih puracang
Kami sini nang kada rigi

Tiup api di Gunung ledang 
Habu – habunya kutampi jua
Niat hati tumat dibujang
Balu – balunya kuhadang jua

Pananjak satu pananjak dua
Pananjak tiga kusandang jua
Baranak satu baranak dua
Baranak tiga kuhadang jua

***
Aku tahu si sarang warik 
( ai aku pang tahu si sarang warik )
Sarang warik ( sarang pang warik ) di pinggir hutan
Aku tahu si urang sarik  
( aku pang tahu si urang sarik )
Urang sarik  ( urang pang sarik ) baparangutan

Urang subarang manggangan kacang
( Urang subarang manggangan kacang)
Kami sini  ( kami pang sini ) manggangan bigi
Urang subarang lantih puracang
( Urang subarang lantih puracang )
Kami sini ( kami pang sini ) nang kada rigi

Tiup api di Gunung ledang  
( tiup pang api di gunung ledang )
Habu – habunya ( habu – habunya ) kutampi jua
Niat hati tumat dibujang
( niat hati tumat dibujang )
Balu – balunya ( balu – balunya ) kuhadang jua

Pananjak satu pananjak dua
( Pananjak satu pananjak dua )
Pananjak tiga ( pananjak tiga ) kusandang jua
Baranak satu baranak dua
( Baranak satu baranak dua )
Baranak tiga ( baranak tiga ) kuhadang jua

IV. Ragam Pantun Banjar Sebagai Pengiring Tarian

Lagu Pantun yang mengiringi tarian Banjar umumnya berupa Pantun Urang Anum yaitu pantun percintaan muda-mudi atau Pantun Nasib.
Beberapa lagu pantun Banjar sebagai pengiring tarian Banjar, antara lain :

Pada Tari Tirik kuala
Pucuk pisang daunnya layu
Kamana jua maambunakan
Kuhadang hadang  kadada lalu
Kamana jua manakunakan

Dua kali suling maniti
Manyurapat kambang durian
Dua kali guring tamimpi
Rasa badapat di paguringan

Dimapa akal manimbai lunta
Akarlah manggis bakulilingan
Dimapa akal handak malupa
Nang hirang manis bakurihingan 
Dimapa akal manimbai lunta
Iwak pang  tilan di pakajangan
Dimapa akal  handak malupa
Imbah tailan nang kaganangan

***
Pucuk pisang  ( pucuk pisang ) daunnya layu ( daunnya layu )
Kamana jua ( kamana jua )  maambunakan
(Kamana jua maambunakan )
Kuhadang hadang ( kuhadang hadang) kadada lalu  (kadada lalu )
Kamana jua ( kamana jua ) manakunakan
( Kamana jua manakunakan )

Dua kali ( Dua kali ) suling maniti ( suling maniti )
Manyurapat si manyurapat kambang durian
( Simanyurapat kambang durian )
Dua kali ( Dua kali ) guring tamimpi ( guring tamimpi )
Rasa badapat ( rasa badapat ) di paguringan
(Rasa badapat di paguringan )

Dimapa akal  (Dimapa akal ) manimbai lunta (manimbai lunta )
Akarlah manggis  (Akarlah manggis ) bakulilingan
(Akarlah manggis bakulilingan )
Dimapa akal (Dimapa akal ) handak malupa (handak malupa )
Nang hirang manis (Nang hirang manis ) bakurihingan
( Nang hirang manis bakurihingan )

Dimapa akal ( dimapa akal ) manimbai lunta ( manimbai lunta )
Iwak pang  tilan ( iwak pang tilan ) di pakajangan
( Iwak pang tilan di pakajangan )
Dimapa akal ( dimapa akal ) handak malupa ( handak malupa )
Imbah tailan ( imbah tailan ) nang kaganangan
( Imbah tailan nang kaganangan )


V. Ragam Pantun Wayahini
Di dalam masyarakat sekarang ini terutama di kaula muda Tanah Banjar, pantun mendapat perkembangan berupa Pantun Modern, bahasa Banjarnya Pantun Wayahini.
Terkadang bahasanya terpengaruh bahasa gaul.

Iwak karing ditanggung kucing
Kucing disipak tapulanting
Biar ulun duitnya karing
Tapi ulun tatap i love u darling. 

Mayang pinang taandak tinggi
Naik tangga  bapingkutan pagar
Kada gampang handak babini
Mun kadada duit 10 M paraya jar

Asam pauh delima pauh.
Buah kurma di dalam peti
Pian jauh ulun jua jauh
Ba SMS an ja satiap hari
 
Pada masa-masa Kerajaan Banjar masih jaya-jayanya (1526-1860), pantun tidak hanya difungsikan sebagai sarana hiburan rakyat semata, tetapi juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional, sehingga para tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal harus mempelajari dan menguasainya dengan baik, yakni piawai dalam mengolah kosa-katanya dan piawai pula dalam membacakannya.
Tidak hanya itu, di setiap desa juga harus ada orang-orang yang secara khusus menekuni karier sebagai tukang olah dan tukang baca pantun (bahasa Banjar Pamantunan). Uji publik kemampuan atas seorang Pamantunan yang handal dilakukan langsung di depan khalayak ramai dalam ajang adu pantun atau saling bertukar pantun yang dalam bahasa Banjar disebut Baturai Pantun. Para Pamantunan tidak boleh tampil sembarangan, karena yang dipertaruhkan dalam ajang Baturai Pantun ini tidak hanya kehormatan pribadinya semata, tetapi juga kehormatan warga desa yang diwakilinya.

Status Sosial Pamantunan
Pamantunan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri dengan mengandalkan kemampuannya dalam mengolah kosa-kata berbahasa Banjar sehingga dapat dijadikan sebagai sarana retorika yang fungional.
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamantunan, yakni : (1) terampil mengolah kosa-katanya sesuai dengan tuntutan yang berlaku dalam struktur bentuk fisik pantun Banjar, (2) terampil mengolah tema dan amanat yang menjadi unsur utama bentuk mental pantun Banjar, (3) terampil mengolah vokal ketika menuturkannya sebagai sarana retorika yang fungsional di depan khalayak ramai, (4) terampil mengolah lagu ketika menuturkannya sebagai sarana retorika yang fungsional, (5) terampil dalam hal olah musik penggiring penuturan pantun (menabuh gendang pantun), dan (6) terampil dalam menata keserasian penampilannya sebagai seorang Pamantunan.

Tuntutan profesional yang begitu sulit untuk dipenuhi oleh seorang Pamantunan membuatnya tergoda untuk memperkuat tenaga kreatifnya dengan cara-cara yang bersifat magis, akibatnya, profesi Pamantunan pada zaman dahulu kala termasuk profesi kesenimanan yang begitu lekat dengan dunia mistik. Dalam hal ini sudah menjadi kelaziman di kalangan Pamantunan ketika itu untuk memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif profesionalnya dengan kekuatan supranatural yang disebut Pulung.
Pulung adalah kekuatan supranatural yang berasal dari alam gaib yang diberikan oleh Datu Pantun. Konon, berkat Pulung inilah seorang Pamantunan dapat mengembangkan bakat alam dan intelektualitasnya hingga ke tingkat yang paling kreatif (mumpuni).
Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalsel dapat menekuni profesi sebagai Pamantunan, karena Pulung hanya diberikan kepada oleh Datu Pantun kepada Pamantunan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme).
Datu Pantun adalah seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat. Datu Pantun diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal pantun di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Konon, Pulung harus diperbarui setiap tahun, jika tidak, maka tuah magisnya akan hilang tak berbekas lagi. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritus adat yang khusus digelar untuk itu, yakni Aruh Pantun. Aruh Pantun dilaksanakan pada malam-malam gelap tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29) di bulan Rabiul Awal atau Zulhijah.
Datu Pantun diundang berhadir dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh secukupnya. Jika Datu Pantun berkenan memenuhi undangan, maka Pamantunan yang bersangkutan akan kesurupan (trance) selama beberapa saat. Sebaliknya, jika Pamantunan tak kunjung kesurupan itu berarti mandatnya sebagai seorang Pamantunan sudah dicabut oleh Datu Pantun. Tidak pilihan baginya kecuali mundur secara teratur dari panggung Baturai Pantun (pensiun).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sapaan dalam Bahasa Banjar

Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)

Bahasa Banjar