Batasmiah
Ketika
umur kehamilan seorang ibu telah mencapai 9 bulan, maka pihak keluarga harus
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyambut kedatangan
"warga baru" (sang jabang bayi), antara lain selembar upih pinang
(pelepah pinang) dan sebuah kapit (wadah yang terbuat dari tembikar yang
bentuknya menyerupai pot bunga kecil). Wadah ini pada saatnya akan digunakan
sebagai tempat untuk menyimpan tembuni (potongan tali pusat).
Selain
itu, pihak keluarga juga mengadakan selamatan dengan membuat kukulih (bubur
yang terbuat dari beras ketan). Bubur tersebut diberi doa, kemudian diputarkan
(dikelilingkan) di atas kepala ibu yang sedang hamil. Setelah itu bubur baru
boleh dimakan oleh seluruh keluarga. Tujuannya adalah agar proses kelahiran
dapat berjalan lancar.
Proses
kelahiran itu sendiri dibantu oleh dukun beranak. Setelah bayi lahir, tali
pusatnya dipotong dengan sembilu (bilah bambu yang dibuat sedemikian rupa
sehingga tajam). Potongan tali pusat itu kemudian ditaruh (dimasukkan) ke dalam
kapit dan diberi sedikit garam. Kemudian, ditutup dengan daun pisang yang telah
diasap (dilembutkan). Selanjutnya diikat dengan bamban, lalu ditanam di bawah
pohon besar atau di bawah bunga-bungaan atau dihanyutkan di sungai yang deras
airnya. Ini ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Banjar yang menganggap
bahwa jika tali pusat ditanam di bawah pohon yang besar, kelak bayi yang
bersangkutan (diharapkan) akan menjadi "orang besar". Kemudian, jika
di bawah bunga-bungaan maka kelak namanya akan menjadi harum. Dan, jika
dihanyutkan ke sungai, maka akan menjadi pelaut. Selain itu, ada pula yang
mengikatkan tembuni pada sebatang pohon. Maksudnya adalah agar kelak (setelah
dewasa) tidak merantau (keluar kampung). Jadi, penanaman tembuni bergantung
pada apa yang diinginkan oleh orang tua terhadap bayinya dikemudian hari.
Sebagai catatan, tidak seluruh tali pusat yang diputus akan ditanam,
dihanyutkan atau diikat pada sebatang pohon besar, melainkan (sisanya) ada yang
disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu bersama tali pusat
saudara-saudaranya yang lain. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa)
tidak saling bertengkar. Dengan perkataan lain, agar sebagai saudara selalu
hidup rukun dan damai.
Setelah
bayi diadzankan, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, ada satu
upacara lagi yang disebut bapalas-bidan. Sesuai dengan namanya, maka yang
berperan dan sekaligus memimpin upacara ini adalah dukun beranak atau bidan.
Dalam hal ini dukun beranak mengucapkan berbagai mantera dan menepung-tawari
sang bayi. Maksudnya adalah agar Sang jabang bayi selalu didampingi oleh
saudaranya yang empat1 dan terhindar dari gangguan-gangguan roh halus. Selain
itu, juga agar ibunya selamat dan sejahtera. Upacara diakhiri dengan makan
bersama. Sedangkan, sebagai ungkapan terima kasih keluarga kepada sang dukun
beranak, ia diberi sasarah berupa: seliter beras, sebiji gula merah, sebiji
kelapa, dan rempah-rempah untuk memasak ikan.Setelah bayi berumur satu minggu
atau lebih, ada upacara yang disebut tasmiah (pemberian nama).
Upacara Mangarani Anak/Batasmiah
Kelahiran seorang bayi, memiliki
makna yang sakral dalam kehidupan sosial masyarakat tradisional kita. Di setiap
daerah di indonesia, hadirnya seorang bayi dalam lingkungan keluarga,
seringkali disambut dengan suatu upacara atau ritual khusus. Prosesi upacara
yang berkaitan dengan daur kehidupan ini, biasanya sarat akan simbol-simbol dan
nilai-nilai religi atau kepercayaan. Salah satu upacara yang berkaitan dengan
kelahiran seorang bayi adalah upacara pemberian nama. Setelah bayi dilahirkan
dari rahim ibunya, merupakan kewajiban bagi orangtua untuk memberikan nama yang
baik kepada bayinya. Upacara pemberian nama anak dalam tradisi masyarakat adat
Banjar, Kalimantan Selatan, dikenal sebagai upacara “Mangarani Anak".
Pada masyarakat Banjar, pemberian
nama kepada seorang anak dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama, dilakukan
langsung oleh bidan yang membantukelahiran anak tersebut. Proses ini terjadi,
saat bidan melakukan pemotongan tangking atau tali pusat. Pada saat itulah,
bidan akan memberikan nama sementara yang diperkirakan cocok untuk anak
tersebut. Sewaktu pemotongan tangking atau tali pusat bayi, bidan akan
memasukkan atau melantakkan serbuk emas dan serbuk intan ke dalam lubang pada
pangkal pusat sang bayi. Hal ini dimaksudkan, agar sang bayi kelak ketika
dewasa memiliki semangat yang keras dan kehidupan yang berharga, selayaknya
disimbolkan oleh sifat intan dan emas.
Setelah Islam masuk ke tanah Banjar,
proses mangarani anak ini, berkembang secara resmi menjadi sebuah ritual islami
yang disebut dengan batasmiah, dari kata tasmiyah dalam bahasa arab, yang
artinya membaca bismillah. Pemberian nama anak pada tahap kedua ini, kini
menjadi ritual yang umum dilaksanakan oleh masyarakat adat Banjar. Biasanya,
ritual ini dilakukan setelah bayi berumur 7 hari atau setelah tali pusatnya
mengering dan terlepas dari pangkal pusat. Kentalnya pengaruh islam dalam
kebudayaan masyarakat banjar, menyebabkan proses upacara mangarani anak ini,
seringkali dilakukan dalam satu rangkaian dengan upacara aqiqah, yaitu
pemotongan kambing sebagai hewan kurban untuk disedekahkan kepada fakir miskin
dan kaum kerabat, sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME atas karunia seorang
anak. Selain itu, upacara ini pun disertai pula dengan upacara tapung tawar,
yaitu memercikkan minyak khusus kepada bayi dan ibunya, diiringi oleh do’a-do’a
penolak bala dari para tetua masyarakat dan sanak saudara.
Dengan demikian, upacara mangarani
anak ini, sarat akan nilai-nilai, baik nilai keagamaan maupun sosial-kultural.
Kelengkapan utama yang harus dipersiapkan dalam upacara ini disebut sebagai
piduduk, terdiri dari :
-
Minyak likat baburih, yaitu minyak yang dimasak dari minyak kelapa dicampur
bunga-bungaan dan lilin.
-
Beras, gula merah, air kelapa, dan sebuah gunting.
Dalam kepercayaan masyarakat banjar,
bahwa nama yang diberikan kepada seorang anak akan berdampak bagi kehidupannya
di masa yang akan datang, karena nama adalah sebuah doa, yang merefleksikan
sebuah harapan akan kehidupan yang baik bagi sang bayi kelak. Sehingga,
seringkali para orangtua meminta bantuan kepada tokoh adat atau alim ulama atau
patuan guru dalam menentukan baik tidaknya nama yang akan diberikan, sekaligus
memimpin jalannya prosesi upacara.
Tahapan awal dari upacara mangarani anak
adalah pembacaan ayat-ayat suci al qur’an. Selain bernilai ibadah, pembacaan
ayat-ayat suci al qur’an ini dimaksudkan agar sejak kecil sang bayi mengenal al
qur’an yang merupakan kitab panduan bagi kehidupan umat muslim. Sehingga
diharapkan kelak, kehidupannya akan sesuai dengan norma-norma yang terkandung
dalam kitab suci al qur’an.
Prosesi selanjutnya adalah pemberian
nama kepada sang bayi atau tasmiyah sekaligus aqiqah. Prosesi ini dipimpin
langsung oleh patuan guru dalam tatacara menurut ajaran islam. Setelah nama
yang telah ditentukan resmi diberikan kepada sang bayi, prosesi dilanjutkan
dengan pembacaan do’a-do’a yang dimaksudkan agar sang bayi, orangtua, dan keluarganya,
mendapatkan keselamatan dan rahmat dari Tuhan YME. Prosesi selanjutnya, adalah
pemotongan sebagian kecil dari rambut sang bayi. Hal ini merupakan simbol dari
menghilangkan gangguan dan pengaruh buruk yang mungkin akan mengiringi sang
bayi. Nantinya, potongan rambut ini harus dibeli oleh salah satu sanak saudara
dari orantua sang bayi, dengan cara barter atau menukarkan potongan rambut
tersebut dengan sesisir pisang emas.
Hal ini dimaksudkan agar pengaruh
buruk tersebut tergantikan dengan kebaikan dan kesejahteraan yang dilambangkan
oleh pisang emas. Selanjutnya, patuan guru mengoleskan sedikit gula merah yang
telah dicelupkan ke dalam air kelapa ke bibir sang bayi. Hal ini dimaksudkan
sebagai simbol pengenalan manis pahitnya kehidupan dunia dan mengandung harapan
agar hidup sang bayi kelak berguna bagi kehidupan masyarakat seperti sifat
kedua benda tersebut. Selain itu, gula merah dan air kelapa merupakan simbol
darah merah dan darah putih dalam tubuh sang bayi, sehingga diharapkan nantinya
sang bayi diberikan kesehatan tubuh sepanjang hidupnya.
Tahapan ini juga dimaksudkan untuk mengajari
dan merangsang kemampuan sang bayi mengisap makanan yang nantinya akan
diperoleh dari air susu ibunya. Kemudian prosesi dilanjutkan dengan memercikkan
minyak likat baburih kepada sang bayi dan orangtuanya atau yang dikenal dengan
sebutan tapung tawar. Prosesi ini dilakukan oleh patuan guru dan diikuti oleh
para tetua serta tamu-tamu yang hadir. Prosesi ini dimaksudkan untuk
membersihkan atau menyucikan sang bayi dan orangtuanya dari semua pengaruh
buruk yang mungkin tertinggal.
Dalam masyarakat adat banjar,
prosesi tapung tawar ini biasanya juga dibarengi dengan pembacaan shalawat atau
puji-pujian kepada nabi muhammad saw yang diiringi oleh tetabuhan alat musik
rebana. Selanjutnya, sang bayi digendong oleh orangtuanya dan berkeliling
menghampiri para tetua, yang secara bergantian akan memercikkan minyak likat
baburih, diiringi dengan do’a-do’a dan harapan untuk kebaikan sang bayi kelak.
Setelah prosesi tapung tawar selesai, maka berakhirlah seluruh tahapan upacara
pemberian nama anak dalam tradisi masyarakat adat Banjar, Kalimantan Selatan.
Kalimantan Selatan kaya akan tradisi
masyarakatnya secara turun temurun. Tradisi yang dilaksanakan telah menjadi
budaya pada setiap daerah dalam masyarakat tersebut. Apabila ada kegiatan oleh
warga selalu berdasarkan tradisi yang berlaku pada masyarakat setempat,
terutama yang berhubungan dengan keyakinan yang dipercayai. Hal ini terus
dipertahankan oleh pendukungnya terutama para orang tua (sesepuh masyarakat). upacara
batasmiah (mengarani anak) mungkin saja ada perbedaan acara pada setiap daerah
di Kalimantan Selatan menurut kebiasaan yang berlaku pada masyarakat setempat,
namun substansi nilai-nilai budayanya tetap bertahan.
Acara Tasmiah dilakukan dengan duduk
bersila di lantai beralaskan tikar atau permadani, pada saat 'Asrakal' yang
berarti 'bulan penuh di atas kita'. bayi dibawa ke tengah acara untuk
mendapatkan tampung tawar oleh hadirin yang berhadir..Tampung Tawar memecikkan
Minyak Likat Baboreh yang berupa minyak kelapa yang dicampur dengan pewangi.
Pembacaan
ayat-ayat Al-Qur’an; biasanya qari, atau bisa juga tuan guru yang diminta.
Dalam pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an ini anak dihadapkan oleh orang tuanya
(bapaknya) kepada orang yang membaca Al-Qur’an tersebut untuk diperdengarkan
bacaan Al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan bahwa kelak anak taat kepada tuhannya
Allah, kepada Rasulnya, dan berbakti kepada kedua orang tuanya sebagaimana yang
dianjurkan oleh Al Qur’an.
Acara
pemberian nama oleh tuan guru dengan mengucapkan Bismillahirrahmannirrahim dan
seterusnya sampai menyebutkan nama si fulan bin fulan yang kemuadian di jawab
oleh jamaah yang hadir dengan ucapan yang baik untuk mendoakan anak tersebut.
Anak
yang sudah diberi nama ini akan dibawa berkeliling oleh ayahnya untuk ditapung
tawari dengan minyak likat baboreh. Tapung tawar diberikan oleh beberapa orang
tua yang hadir di acara tersebut (terutama kakeknya) disertai doa-doa untuk si
anak.
Setelah pemberian nama selesai diucapkan oleh tua guru,
rambut si anak dipotong sedikit dengan gunting.
Pada bibirnya diisapkan garam, madu
atau gula merah, dan air kelapa. Ini dimaksudkan agar hidup si anak berguna
bagi kehidupan manusia seperti sifat benda tersebut.
Komentar
Posting Komentar